Senin, 20 September 2010

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memerhatikan keaslian ide

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Nama Sekolah : SMP Negeri 1 Klego
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII/1
Standar Kompetensi : 8. Mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan
menulis kreatif naskah drama
Kompetensi Dasar :8.1 Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memerhatikan keaslian ide
Indikator (1) Siswa mampu menentukan ide untuk menulis naskah drama
(2) Siswa mampu mengembangkan ide menjadi naskah drama satu babak
(3) Siswa mampu menanggapi naskah drama yang sudah dibuat oleh temannya
Alokasi Waktu : 4 x40 menit (2 pertemuan)

I. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu menulis naskah drama dengan memerhatikan keaslian ide.

II. Materi Pembelajaran
Penulisan naskah drama

III. Metode Pembelajaran
– Contoh
– Tanya jawab
– Diskusi kelompok
– Latihan




IV. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
A. Kegiatan Awal
• Guru bertanya jawab tentang karakteristik naskah drama kepada siswa
• Guru bertanya jawab tentang judul-judul naskah drama yang populer kepada siswa
B. Kegiatan Inti
• Siswa membaca naskah drama yang terdapat pada buku siswa
• Guru dan siswa bertanya jawab tentang bagian-bagian naskah drama
• Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
• Masing-masing kelompok mendiskusikan ide untuk menulis naskah drama
• Masing-masing kelompok latihan menulis naskah drama berdasarkan ide yang sudah didiskusikan sebelumnya
C. Kegiatan Akhir
• Siswa dan guru melakukan refleksi

Pertemuan Kedua
A. Kegiatan Awal
• Siswa dan guru bertanya jawab tentang kegiatan menulis naskah drama yang dilakukan pada pertemuan sebelumnya.
• Siswa berkelompok sesuai dengan kegiatan sebelumnya
B. Kegiatan Inti
• Perwakilan dari masing-masing kelompok membacakan naskah drama yang sudah dibuat pada pertemuan sebelumnya
• Guru dan siswa yang lain menilai kelompok yang tampil
• Secara bergantian siswa menilai temannya yang tampil dan memberikan komentar
• Siswa dan guru menentukan naskah terbaik
• Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang naskahnya menjadi naskah terbaik
C. Kegiatan Akhir
● Siswa dan guru menyimpulkan naskah drama yang baik
● Siswa dan guru melakukan refleksi
● Siswa dan guru merancang pembelajaran berikutnya berdasarkan pengalaman pembelajaran saat itu

V. Sumber/Bahan/Alat
▪ Contoh naskah drama
▪ Ide untuk menulis naskah drama
▪ Anipudin dkk. 2007. Cermat Berbahasa 2A. Solo: Tiga Serangkai.

VI. Penilaian
Bentuk tes: lisan dan tertulis
No Aspek penilaian Bobot Nilai
1 Menentukan ide untuk menulis naskah drama dengan memerhatikan orisinalitas ide:
a. Menarik dan kreatif (3)
b. Kurang menarik, tetapi kreatif (2)
c. Tidak menarik dan tidak kreatif (1) 5
2 Mengembangkan ide menjadi naskah drama
a. Baik (3)
b. Kurang baik (2)
c. Tidak baik (1) 5
3 Membacakan naskah drama bersama kelompok
a. Menarik (3)
b. Kurang menarik (2)
c. Tidak menarik (1)
5

Keterangan:
Skor maksimum: 3 ( 3 x 5 ) = 45
Nilai perolehan siswa = (Skor perolehan : Skor maksimum) X 100





Surakarta, 22 Mei 2009
Mengetahui, Guru mata pelajaran,
Kepala Sekolah


……………….…… Ika Rahayu Susilaningsih
NIP NIM K 1207020

RAGAM BAHASA BERDASARKAN KELAS SOSIAL

RAGAM BAHASA BERDASARKAN KELAS SOSIAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima
Mata Kuliah Sosiolinguistik
Dosen Pengampu: Sri Hastuti, S.S














Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020




PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
RAGAM BAHASA BERDASARKAN KELAS SOSIAL

Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mengenal adanya ragam bahasa berdasarkan kelas sosial.Daerah-daerah yang mengenal ragam bahasa tersebut antara lain:
1. Sunda
Bahasa Sunda dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa dengan penutur terbanyak kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Sesuai dengan sejarah kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten khususnya di kawasan selatan provinsi tersebut, sebagian besar wilayah Jawa Barat (kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana penutur bahasa ini semakin berkurang), dan melebar hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di wilayah Brebes, Jawa Tengah.
Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa Jawa. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda. Dialek-dialek ini adalah:
• Dialek Barat
• Dialek Utara
• Dialek Selatan
• Dialek Tengah Timur
• Dialek Timur Laut
• Dialek Tenggara
Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten selatan. Dialek Utara mencakup daerah Sunda utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagian Pantura. Lalu dialek Selatan adalah dialek Priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur adalah dialek di sekitar Majalengka. Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar Kuningan, dialek ini juga dipertuturkan di beberapa bagian Brebes, Jawa Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek sekitar Ciamis.
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang dijuluki Tatar Sunda. Namun demikian, bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes dan Cilacap. Banyak nama-nama tempat di Cilacap yang masih merupakan nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti Kecamatan Dayeuhluhur, Cimanggu, dan sebagainya. Ironisnya, nama Cilacap banyak yang menentang bahwa ini merupakan nama Sunda. Mereka berpendapat bahwa nama ini merupakan nama Jawa yang "disundakan", sebab pada abad ke-19 nama ini seringkali ditulis sebagai "Clacap".
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar abad ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah, berdasarkan nama "Dieng" yang dianggap sebagai nama Sunda (asal kata dihyang yang merupakan kata bahasa Sunda Kuna). Seiring mobilisasi warga suku Sunda, penutur bahasa ini kian menyebar. Misalnya, di Lampung, di Jambi, Riau dan Kalimantan Selatan banyak sekali, warga Sunda menetap di daerah baru tersebut.
Karena pengaruh budaya Jawa pada masa kekuasaan kerajaan Mataram-Islam, bahasa Sunda - terutama di wilayah Parahyangan - mengenal undak-usuk atau tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa halus, bahasa loma/lancaran, hingga bahasa kasar. Namun, di wilayah-wilayah pedesaan/pegunungan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda loma (bagi orang-orang daerah Bandung terdengar kasar) tetap dominan. Di bawah ini disajikan beberapa contoh.
Tempat:
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal) Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
di atas .. di luhur .. di luhur ..
di belakang .. di tukang .. di pengker ..
di bawah .. di handap .. di handap ..
di dalam .. di jero .. di lebet ..
di luar .. di luar .. di luar ..
di samping .. di samping .. di gigir ..
di antara ..
dan .. di antara ..
jeung .. di antawis ..
sareng ..
Waktu:
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal) Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
sebelum saacan sateuacan
sesudah sanggeus saparantos
ketika basa nalika
Besok Isukan Enjing
Lain Lain:
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal) Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
Dari Tina Tina
Ada Aya Nyondong
Tidak Embung Alim

2. Surakarta dan Yogyakarta
Dialaek sosial dalam bahasa jawa (Surakarta dan Yogyakarta) berbentuk sebagai berikut:
a. Ngoko lugu
b. Ngoko andhap
c. Madya
d. Madyantara
e. Krama
f. Krama inggil
g. Bagongan
h. Kedhaton
Kedua dialek terakhir digunakan di kalangan keluarga keraton dan sulit dipahami oleh orang jawa kebanyakan.
Di bawah ini disajikan contoh sebuah kaliamt dalam beberapa gaya bahasa yang berbeda-beda tadi:
• Bahasa Indonesia: “Maaf, saya mau tanya rumah kak Budi itu, di mana?”
• Ngoko kasar: “Eh, aku arep takon omahe Budi kuwi neng ndi?”
• Ngoko alus: “Aku nyuwun pirsa, daleme mas budi kuwi neng ndi?”
• Ngoko meninggikan diri sendiri: “Aku kersa ndangu, omahe mas Budi kuwi neng ndi?”
• Madya: “Nuwun sewu, kula ajeng tangklet, griyane mas Budi niku teng pundi?”
• Madya alus: “Nuwun sewu, kula ajeng tangklet , daleme mas Budi niku teng pundi?”
• Krama andhap: “Nuwun sewu, dalem badhe nyuwun pirsa, griyanipun mas Budi menika wonten pundi?”
• Krama: “Nuwun sewu, kula badhe taken, griyanipun mas Budi punika wonten pundi?”
• Krama inggil: “nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika wonten pundi?”
Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang secara tata bahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan. Namun juga harus diakui bahwa tidak semua penutur bahasa jawa mengenal semuanya. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko dan sejenis madya.

3. Surabaya
Dialek Surabaya atau lebih sering dikenal sebagai bahasa Suroboyoan adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural bahasa, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Namun demikian penggunaan bahasa Jawa halus (madya sampai krama) di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar.
Batas wilayah penggunaan dialek Suroboyoan diperkirakan sampai wilayah:
• Wilayah Selatan
Perak (Kab. Jombang - bukan Tanjung Perak di Surabaya).
Wilayah Perak Utara masih menggunakan Dialek Surabaya, sementara Perak Selatan telah menggunakan Dialek Kulonan.
• Wilayah Utara
Madura
Beberapa orang Madura dapat menggunakan Dialek ini secara aktif.
• Barat
Wilayah Gresik
• Timur
Belum diketahui secara pasti, namun di sepanjang pesisir tengah Jawa Timur (Pasuruan, Probolinggo sampai Banyuwangi) Dialek ini juga banyak digunakan.
Akhir-akhir ini, banyak media lokal yang menggunakan dialek Surabaya sebagai bahasa pengantar mereka.
Orang Surabaya lebih sering menggunakan partikel "rek" sebagai ciri khas mereka. Partikel ini berasal dari kata "arek", yang dalam dialek Surabaya menggantikan kata "bocah" (anak) dalam bahasa Jawa standar. Partikel lain adalah "seh" (e dibaca seperti e dalam kata edan), yang dlam bahasa Indonesia setara dengan partikel "sih".
Orang Surabaya juga sering mengucapkan kata "titip" secara /tetep/, dengan diucapkan seperti /e/ dalam kata "edan"; dan kata "tutup" secara /totop/ dengan u diucapkan seperti /o/ dalam kata "soto". Selain itu, vokal terbuka sering dibuat hambat, seperti misalnya: "kaya" (=seperti) lebih banyak diucapkan /k@y@?/ daripada /k@y@/, kata "isa" (=bisa) sering diucapkan /is@?/ daripada /is@/.
Berikut ini beberapa kosa kata berdasarkan kelas sosial yang ada di Surabaya:
Bahasa Indonesia Dialek Surabaya (Ngoko) Dialek Surabaya (Krama alus) Dialek Surabaya (Krama inggil)
Kamu Koen Peno/Sampean Panjenengan
Makan Mbadog Mangan Dhahar
Pergi Lungo Kesa Tindak
Kepala Ndas Sirah Mustaka

DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI

DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima
Mata Kuliah Perencanaan Pengajaran Bahasa dan Sastra
Dosen Pengampu: Ratna P. M.Pd







Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020




PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Desain pembelajaran menurut istilah dapat didefinisikan :
1. Proses untuk menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik dilaksanakan agar timbul perubahan pengetahuan dan keterampilan pada diri pemelajar ke arah yang dikehendaki (Reigeluth)
2. Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi komponen tujuan, metode dan penilaian untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan (Briggs)
3. Proses untuk merinci kondisi untuk belajar, dengan tujuan makro untuk menciptakan strategi dan produk, dan tujuan mikro untuk menghasilkan program pelajaran atau modul (Seels & Richey)
Komponen dasar dari desain pembelajaran adalah:
• Pebelajar ( pihak yang menjadi fokus )
Yang perlu diketahui meliputi karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.
• Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus )
Adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pebelajar.
• Analisis Pembelajaran
Merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari.
• Strategi Pembelajaran
Dapat dilakukan secara makro (dalam kurun satu tahun) atau mikro (dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar).
• Bahan Ajar
Adalah format materi yang akan diberikan kepada pebelajar
• Penilaian Belajar
Tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi ang sudah dikuasai atau belum.
Pendidikan berbasis kompetensi mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu melakukan perangkat kompetensi yang ditentukan. Program pendidikan berbasis kompetensi mengandung empat unsur pokok, yakni:
1. Pemilihan kompetensi yang sesuai
2. Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi
3. Pengembangan sistem pengajaran
4. Penilaian
Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan semua kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus:
1. Berpusat pada peserta didik
2. Mengembangkan kreativitas peserta didik
3. Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang
4. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kinestika
5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam (Puskur, 2004:13)
Stanley Elam dalam Oemar Hamalik (2002:92) mengemukakan langkah-langkah pengembangan pembelajaran sebagai berikut:
1. Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar
Dewasa ini banyak digunakan teori konstruktivisme yang inti ajarannya adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
2. Mengidentifikasi kompetensi
Untuk dapat mengidentifikasikan kompetensi dapat digunakan beberapa model pendekatan, antara lain:
• Pendekatan analisis tugas (task analysis)
Untuk menentukan jenis kompetensi.
• Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa di sekolah)
Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan yang erat antara persiapan guru dengan apa yang diinginkan oleh siswa.
• Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat
Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan tentang masyarakat yang anyata dan penting dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada gilirannya dituang ke dalam program pembelajaran.

Selain ketiga pendekatan di atas, Ashan (1981:57) dalam Mulyasa (2004:8) mengemukakan bahwa analisis kompetensi dapat dilakukan melalui proses:
• Analisis tugas
Dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam indikator-indikator kompetensi.
• Pola analisis
Dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada.
• Research
Research (peneletian) dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi berdasarkan hasil-hasil penelitian dan diskusi.
• Expert judgement
Expert judgement atau pertimbangan ahli dimaksudkan untuk menganalisis kompetensi berdasarkan pertimbangan para ahli.
• Individual group interview data
Analisis kompetensi berdasarkan wawancara, baik secara individu maupun kelompok dimaksudkan untuk menentukan informasi tentang kegiatan, tugas-tugas , dan pekerjaan yang diketahui oleh seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk lisan.
• Role play
Role play dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi berdasarkan pengamatan dan penilaian terhadap sejumlah orang yang melakukan peran tertentu.
3. Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi
Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah-masalah yang menyertainya, antara lain target populasi dalam konteks pelaksanaannya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.


4. Menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis assessment
Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapain kompetensi. Kompleksnya kompetensi yang ada menuntut guru untuk menyediakan berbagai alternatif penilaian,
5. Pengelompokan dan penyusunan tujuan pengajaran
Landasan dalam rangka penyususnan tujuan pengajaran yaitu:
• Struktur isi yang dimuat dari pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-prinsip yang kompleks.
• Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan bermacam-macam kegiatan.
6. Desain strategi pembelajaran
Program intruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Modul instruksional adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari lima bagian utama, yaitu:
• Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional asumsi-asumsi pokok yang menjadi landasan, hubungan antara modul satu dengan modul lainnya dan dengan keseluruhan program.
• Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas dan tidak membingungkan.
• Pre Assessement yang meliputi assessment diagnostik terhadap sub kompetensi atau tujuan-tujuan modul.
• Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternatif instruksional untuk mencapai kompetensi, alternatif yang dapat dipilih oleh siswa berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap accountable terhadap kompetensi, bukan semata-mata ikut berpartisipasi.
• Post assessment, untuk mengetahui keberhasilan modul.
7. Mengorganisasikan sistem pengelolaan
Pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan suasana real (field setting). Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa secara aktif, mengalami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Menghargai usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan dan menantang siswa menjadi pelajar seumur hidup. Oleh karena itu sangat diperlukan praktek pengelolaan dan sistem pengelolaan yang didesain secra cermat.
8. Melaksanakan percobaan program
Percobaan program bertujuan untuk mengetes efektifitas strategi instruksional, seberapa besar diperlukan tuntutan-tuntutan program, ketepatan alat atau jenis penilaian yang digunakan, dan efektifitas sistem pengelolaan.
9. Menilai desain pembelajaran
Pelaksanaan terhadap sebuah desain instruksional lazimnya mencakup empat spek, yaitu:
• Validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidikan yang diproyeksikan.
• Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment.
• Sistem instruksional dalam hubungannya dengan hasil belajar.
• Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan alm hubungan dengan hasil tujuan.
10. Memperbaiki program
Setiap program tidak akan pernah tersusun secara sempurna. Pengalaman-pengalaman yang didapat akan selalu menjadi umpan balik untuk melakukan perbaikan.

SIKAP MENTAL WIRAUSAHA

SIKAP MENTAL WIRAUSAHA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima
Mata Kuliah Kewirausahaan
Dosen Pengampu: Laili F, S.S, M.M












Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020



PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

SIKAP MENTAL WIRAUSAHA

A. Wirausaha dan Perekonomian Indonesia
Dalam tata perekonomian di Indonesia terdapat tiga unsur penting yaitu sektor negara, sektor swasta, dan koperasi. Sektor swasta merupakan unsur penting dalam perekonomian di Indonesia, karena itu kewirausahaan/kewiraswastaan mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasonal di bidang perekonomian.

B. Kondisi Wirausaha/Wiraswasta
Setelah proklamasi kemerdekaan, kondisi sosial ekonomi di Indonesia sangatlah tidak stabil. DR. Suparman Sumahamidjoyo menyatakan bahwa kelemahan dan keterbatasan yang melekat pada bangsa Indonesia akibat polotik penjajahan menyangkut kelemeahan sikap mental. Kelemahan sikap mental adalah sikap mental negatif yaitu sikap mental dan tingkah laku yang bersumber pada sikap berpikir negatif.
Prof. Koentjoroningrat dalam Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan menyatakan kelemahan mental bangsa Indonesia yaitu:
• Sifat mentalitet yang meremehkan waktu
• Sifat mentalitet yang suka menerobos
• Sifat tidak percaya pada diri sendiri
• Sifat tidak berdisiplin murni
• Sifat mentalitet yang suka megorbankan tanggung jawab yang kokoh
Melihat keterbatasan dan kelemahan yang ada, maka bantuan pemerintah untuk mendorong tumbuh dan kegairahan usaha swasta kecil maupun sedang sangat diperlukan. Namun perlu disadari bahwa kunci keberhasilan terletak pada dirinya sendiri, ialah terletak pada sikap mental dan kepribadiannya.


C. Sikap Mental dan Kepribadian Wiraswasta adalah Modal Dasar Wirausaha
Sikap mental dan kepribadian merupakan unsur penting sebagai dasar dan titik tolak mencapai hasil dalam perjuangan hidup. Pembinaan mental dan kepribadian ini dapat dikatakan lebih menitikberatkan membedah pada “tenaga dalam”, seperti kejujuran, ketekunan, keuletan, kemauan, tangggung jawab, percaya diri, rajin berdaya upaya, tidak lekas putus asa, pemikiran diri sendiri, tidak mengharap belas kasihan, lebih banyak berpikir dan berbuat kreatif, dan sebagainya.
Kepribadian adalah keseluruhan dari sifat-sifat jasmani, pikiran, jiwa dan watak seseorang sehinggga membedakan seseorang dari orang lain, baik dalam individualitas maupun budi pekertinya. Suatu kepribadian paling baik adalah milik paling penting, merupakan suatu kekuatan yang dapat menciptakan sesuatu menakjubkan. Kepribadian memiliki nilai paling tinggi dibanding miliknya untuk mencapai suatu keberhasilan.
Sebagaimana hasil penelitian Charles Screibe menyatakan bahwa keberhasilan kegiatan seorang usahawan ditentukan oleh: pendidikan formal (15 %) dan nilai-nilai sikap mental dan kepribadian seseorang (85 %). DR. Suparman Sumahamijayabmenyatakan keberhasilan ditentukan oleh kesediaan berjerih payah(25 %), pendidikan sekolah formil (15 %) serta pengembangan kepribadian (60%).

D. Menyikapi Hambatan
Mewujudkan suatu usaha berwiraswasta tentu saja akan menghadapi banyak hambatan seperti adanya resiko, keterbatasan modal, hambatan mental kepribadian dan lain sebagainya.
Adanya resiko merupakan hambatan
Resiko dapat dikatakan layaknya bagai kabut gelap. Resiko perlu didekati, dikenal dan dimengerti agar menjadi terang untuk dapat diperhitungkan dan ditundukkan. Dengan memperkokoh organisasi dan efisiensi, dengan mengerjakan sesuatu memecahkan hambatan itu. Menundukkan resiko perlu kewaspadaan mental. Tanpa keberanian berbuat untuk memecahkannya akan menelorkan keputusan yang menghasilkan kemiskinan, lepasnya tujuan keberhasilan.

E. Proses Pembentukan Modal
Proses pembentukan modal yang pertama yaitu tekad dan kemauan untuk mengembangkan diri. Kita menyadari pada diri kita mempunyai berbagai bentuk sumber kekuatan sebagai kekuatan pengetahuan, sikap mental, keakhilan, keterampilan, pengalaman, dan kemampuan membuat hubungan perkenalan. Namun itu barulah kekuatan potensial belum kekuatan nyata, tetapi semua itu benar adalah mengandung nilai sebagai modal karena akan membuka dan mengundang datangnya modal uang. Hal ini akan berujud dengan dikombinasikan dengan kekuatan mental kesediaannya berupaya dan mendirikan usaha. Orang-orang demikianlah yang dapat dipercaya dan mebawa keberhasilan dalam mengelola suatu kegiatan usaha.
Modal
Sebagaimana Dr. Suparman Sumahamijaya mengupasnya, maka yang dimasukkan dalam kategori adalah sebagai berikut:
1. Kemerdekaan
Karena kemerdekaan ini menyediakan kesempatan.
2. Kesempatan
Sebuah kesempatan jika digarap dengan baik akan menjadi sebuah sumber penghasilan dengan ditopang melalui bentuk modal.
3. Diri sendiri
Di dalam diri sendiri itu terdapat instrumen berpikir, dengan sikap mental wirausaha/wiraswasta untuk berwiraswasta.
4. Waktu
Waktu adalah modal, gunakan sebaik-baiknya untuk membangun masa depannya dengan bekerja, belajar, menyelidiki sesuatu untuk kemudian diketahui, diterjuni dan diolah.

5. Belajar
Belajar adalah modal, belajarpun banyak caranya. Dapat dinyatakan dengan belajar sendiri, merantau, mencari pengalaman, dan sekolah.
Modal bukanlah uang
Sikap berpikir itulah modal, modal yang dapat menggali uang. Uang adalah alat pembantu perluasan kesempatan usaha, jadi bukan modal mendirikan usaha.

F. Kewaspadaan Mental Wiraswasta/Wirausaha
Untuk mengkap peluang dan kesempatan baik diperlukan kewaspadaan mental. Agar kewaspadaan mental menjadi tajam dan tinggi perlu dilatih dan dikembangkan kemampuan-kemampuan mental itu.
Kemampuan mental ialah kemampuan memakai pikiran dan perasaan ujudnya adalah:
• Penyerapan: Kemampuan berpikir dan merasakan sesuatu secara mendalam, melihat pikiran secara batin dengna penuh perhatian.
• Penyimpanan: Kemampuan menyimpan dan menanam pikiran dan perasaan di dalam ingatan. Ini sewaktu-waktu dapat dikeluarkan kembali.
• Pemakaian pikiran: Kemampuan mengupas, membahas, dan menilai suatu persoalan.
• Daya cipta: Kemampuan melihat di dalam pikiran, supaya bisa tahu sebelum dan selanjutnya kemampuan melahirkan atau mewujudkan ide baru atau gagasan-gagasan kreativitas.

G. Bekerjasama dengan Orang lain
Diri sendiri, tenaga, kekuatan, dan waktu adalah modal pokok untuk melakukan pekerjaan dan ini adalah terbatas; kenyataan menunjukkan banyak jenis pekerjaan dan bagian pekerjaan yang harus dikerjakan orang lain.

Agar bekerjasama menjadi kokoh kuat, memerlukan beberapa hal anatara lain:
• Toleransi
• Disiplin
• Solidaritas
• Kerukunan
• Tekad bersama untuk membangun dan mengembangkan usaha
• Dan lain sebagainya

CERPEN

SKETSA:

Kematian Rara, sang kekasih tercinta telah membuat Nino tak berdaya untuk menjalani hari-harinya. Kini dia tak bisa lagi melihat indahnya pegunungan bersama kekasihnya itu. Nino merasa sangat bersalah atas kematian Rara. Dia hanya bisa mengenang semua yang telah mereka lalui bersama, semua kenangan indah itu.


CERPEN:

Rara kekasihku Tercinta

Nino Suryo Nugroho, ya itulah nama pemuda itu. Teman-temannya biasa memanggilnya Nino. Perawakannya cukup tinggi, sekitar 170 centi meter dengan tubuh yang tidak terlalu gemuk namun berisi. Parasnya tidak begitu tampan, kulitnya juga tidak terlalu putih namun terlihat bersih. Pakaiannya selalu rapi, mungkin itulah yang membuat penampilannya terlihat menarik. Dia adalah seorang mahasiswa yang cukup berprestasi di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Berasal dari kalangan yang kurang mampu tidak membuatnya patah semangat.
Diremehkan, hal itu sudah biasa dialami olehnya. Bahkan tidak jarang dia diolok-olok oleh teman-temannya yang berasal dari golongan yang bisa dibilang tajir. Namun Nino selalu optimis dan yakin bahwa dia mampu melakukan segala sesuatu yang bisa dilakukan orang lain. Kalau orang lain saja bisa melakukannya mengapa saya tidak, begitulah prinsip hidupnya. Hinaan demi hinaan yang dia terima justru memacunya untuk lebih giat berusaha. Terbukti segala usaha kerasnya tidak sia-sia karena kini dia telah menggarap skripsi untuk tugas akhirnya.
Nino dikenal sopan dan mudah bergaul. Dia juga aktif di banyak organisasi di kampusnya. Sudah barang tentu banyak mahasiswa yang mengenal sosok pemuda yang satu ini. Kerendahan hatinya membuatnya disenangi oleh teman-temannya.
Akhir-akhir ini Nino selalu menyendiri dan tampak tak bersemangat lagi. Kematian Rara --sang kekasih tercinta-- telah merubahnya menjadi sosok yang pendiam dan tak lagi bergaul dengan teman-temannya. Peristiwa naas yang merenggut belahan jiwanya itu terjadi seminggu yang lalu. Bersama dengan teman-temannya hari minggu itu Nino mengajak Rara mendaki gunung Sindoro. Mereka berdua memiliki hobi yang sama, senang menikmati keindahan alam apalagi pegunungan. Dari kesenangan itu jugalah awal mula mereka berkenalan. Perkenalan mereka bisa dibilang terjadi secara tidak disengaja. Saat itu cuaca di gunung lawu cukup buruk disertai dengan kabut tebal. Nino dan teman-temannya menghentian pendakian saat mereka sampai di pos tiga. Mereka memutuskan untuk beristirahat sambil menunggu cuaca membaik.
Baru sekitar lima menit mereka beristirahat terdengar teriakan minta tolong dari sekelompok pendaki yang sepertinya berasal dari tempat yang tidak jauh dari tempat Nino dan teman-temannya beristirahat. Spontan Nino dan teman-temannya mencari sumber suara tersebut. Benar saja baru berjalan sekitar seratus meter Nino dan teman-temannya sudah menemukan asal muasal suara tersebut. “Ada apa, mengapa kalian berteriak minta tolong?” Nino bertanya kepada kelompok pendaki yang baru saja mereka temukan itu. Namun sebelum ada seorangpun yang menjawab pertanyaan yang dilontarkannya, Nino telah mendapatkan jawaban dari pertanyaannta tadi. Dia melihat ada seorang gadis yang mengalami hipotermia.
Nino segera mengeluarkan minyak tawon yang berada di saku celananya dan mengoleskannya di bagian leher, tangan serta kaki gadis itu. Nino juga melepas jaket parasit yang ia kenakan dan memakaikannya ke tubuh gadis malang itu. Sepuluh menit kemudian terlihat keadaannya mulai membaik. Beruntung Nino dan teman-temannya segera menolong gadis itu sebelum dia mengalami hipotermia akut sehingga nyawanya masih dapat terselamatkan.
“Terima kasih banyak, kalian telah menyelamatkan nyawaku”, ucapan terima kasih itu tak henti-hentinya keluar dari bibir gadis itu untuk Nino dan teman-temannya.. Teman-teman Rara pun melakukan hal yang sama.”Terima ksih banyak, kalian telah menyelamatkan teman kami”, begitu ucap mereka serempak. Mereka merasa berhutang budi kepada Nino dan teman-temannya karena mereka telah menyelamatkan nyawa Rara. “Sama-sama, sudah kewajiban kita untuk saling membantu sesama selagi kita mampu”, begitu jawab Nino.
“O ya kalau boleh saya tahu, siapa nama kamu?”, Tanya Nino kepada gadis itu. Sambil mengulurkan tangannya kepada Nino gadis itu menjawab, “Saya Rara”. “Saya Nino”, balas Nino sambil berjabat tangan dengan Rara. Dari situlah Nino dan Rara berkenalan dan akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih.
Rara adalah seorang gadis yang dewasa dan sederhana. Meskipun ia berasal dari keluarga yang cukup berada, ia tidak pernah menampakkan kekayaan kedua orang tuanya itu. Dia sama sekali tidak pernah menyentuh kehidupan malam atau yang biasa disebut dugem itu. Kesederhanaan yang ia miliki inilah yang telah mencuri hati Nino.
Tapi siapa yang menyangka jika kebahagiaan sepasang kekasih itu kini tak lagi dapat mereka rasakan. Kecelakaan maut hari minggu itu telah merenggut Rara dari Nino. Mobil mereka bertabrakan dengan bus yang berasal dari arah yang berlawanan. Supir bus mengantuk dan malangnya menghantam mobil yang dikendarai oleh Nino dan teman-temannya. Rara dan satu orang teman Nino meninggal di tempat tanpa sempat dibawa ke rumah sakit. Saat itu Nino tak sadarkan diri, jidadnya terluka dan mengalami pendarahan hebat. Beruntung Nino segera dibawa ke rumah sakit sehingga nyawanya masih dapat terselamatkan.
Sesaat setelah Nino sadarkan diri, ia langsung menanyakan di mana Rara. Keluarganya tidak mampu berkata yang sebenarnya kepada Nino, mereka berbohong pada Nino dan mengatakan bahwa Rara sedang dirawat di kamar lain. Keluarganya khawatir Nino tidak sanggup menerima kenyataan pahit bahwa Rara telah meninggalkan mereka semua untuk selamanya. Oleh karena itu mereka menunggu saat yang tepat untuk mengatakan hal tersebut kepada Nino.
Tiga hari dirawat, keadaan Nino semakin membaik. Keinginan Nino untuk menemui Rara pun tidak bisa dicegah lagi. Akhirnya keluarganya mengatakan hal yang sebenarnya kepada Nino bahwa Rara telah meninggal dunia. Kabar itu tentu saja terasa bagaikan petir di siang bolong. Nino tak kuasa mendengarnya dan akhirnya ia jatuh tersungkur ke lantai dan tak sadarkan diri.
Hari-hari berikutnya hanya berisi penyesalan dan ketidakrelaan. Nino merasa sangat bersalah pada dirinya sendiri. Jika saja dia tidak mengajak Rara minggu itu tentu saat ini dia masih bisa melihat senyum ceria kekasihnya. Jika saja dia bisa menghindari bus itu tentu saat ini dia masih bisa memeluk Rara. Jika saja, jika saja, dan jika saja, hanya itu yang ada di benak Nino.
Manusia hanya bisa berencana, tapi Tuhanlah yang menentukan segalanya. Keinginan Nino dan Rara untuk menikmati pemandangan gunung Sindoro hanya tinggal kenangan. Hari-hari Nino kini hanya diisi oleh kenangan-kenangan indahnya bersama Rara, entah sampai kapan dia akan terus murung dan menyalahkan dirinya atas kematian kekasihnya itu.


















CERPEN BERJUDUL “RARA KEKASIHKU TERCINTA”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Empat
Mata Kuliah Menulis Kreatif
Dosen Pengampu: Drs. Suyitno. M. Pd















Disusun Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020




PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

HUBUNGAN ANTARA PENGUASAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KLEGO

PROPOSAL
HUBUNGAN ANTARA PENGUASAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KLEGO
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Empat
Mata Kuliah Penelitian Kuantitatif
Dosen Pengampu: Dr. Budi Setiawan








Disusun Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menulis adalah suatu bentuk komunikasi yang proses pemikirannya dimulai dengan memikirkan gagasan yang akan disampaikan kepada pembaca. Menulis merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan siswa di sekolah karena semua pelajaran pasti memanfaatkan kegiatan menulis sebagai sarana transfer informasi. Oleh karenanya, menulis merupakan salah satu alat penting dalam proses belajar mengajar termasuk dalam bidang studi Bahasa Indonesia.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Tarigan (1984: 4) yang mengemukakan bahwa peranan menulis dalam dunia pendidikan yaitu (1) memudahkan siswa berpikir kritis; (2) memudahkan siswa dalam merasakan dan menikmati hubungan-hubungan; (3) memperdalam daya tangkap atau persepsi siswa; dan (4) menjelaskan pikiran-pikiran, ide atau gagasan.
Dari pendapat Tarigan tersebut kita ketahui bahwa kemampuan menulis bagi siswa merupakan hal yang penting, namun pengajaran menulis di sekolah sering kali tidak seimbang dengan pengajaran berbahasa sehingga kemampuan menulis siswa tidak maksimal. Pengajaran kemampuan berbahasa sering hanya ditekankan pada pengetahuan kebahasaan dan kurang dilatih sehingga hasil karangan siswa kurang baik terlihat dari banyak pilihan kata yang kurang tepat, kalimat kurang efektif, sukar mengemukakan gagasan, karena kesulitan membuat kalimat, kurang mampu mengembangkan ide secara teratur dan sistematis (Sabarti, 1990: 5).
Salah satu kajian menulis yang dipelajari dalam mata pelajaran bahasa Indonesia adalah menulis puisi. Untuk dapat menulis puisi dengan baik maka diperlukan penguasaan diksi dan gaya bahasa secara baik pula. Hal ini disebabkan karena menulis puisi berbeda dengan keterampilan menulis yang lainnya yang tidak begitu mementingkan gaya bahasa. Dalam menulis puisi, gaya bahasa dan pemilihan kata yang tepat justru menjadi hal yang sangat penting.
Bertolak dari faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan menulis puisi di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji ada tidaknya hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa dalam kaitannya dengan menulis puisi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Klego.
B. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut, penulis mengidentifikasikan adanya beberapa masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Masih terbatasnya penguasaan diksi siswa dalam menulis puisi.
2. Masih terbatasnya penguasaan gaya bahasa siswa dalam menulis puisi.
3. Banyak siswa yang kesulitan ketika ditugasi untuk menulis puisi.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada, agar permasalahan dapat dikaji secara mendalam, peneliti membatasi penelitian hanya pada aspek-aspek berikut ini:
1. Hubungan antara penguasaan diksi dan kemampuan menulis puisi.
2. Hubungan antara penguasaan gaya bahasa dan kemampuan menulis puisi.
3. Hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa secara bersama-sama dengan kemampuan menulis puisi.

D. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara penguasaan diksi dan kemampuan menulis puisi?
2. Apakah terdapat hubungan antara penguasaan gaya bahasa dan kemampuan menulis puisi?
3. Apakah terdapat hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa secara bersama-sama dengan kemampuan menulis puisi?







E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. terdapat tidaknya hubungan antara penguasaan diksi dan kemampuan menulis puisi;
2. terdapat tidaknya hubungan antara penguasaan gaya bahasa dan kemampuan menulis puisi;
3. terdapat tidaknya hubungan secara bersama-sama antara penguasaan diksi dan gaya bahasa dengan kemampuan menulis puisi.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan dalam hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa dengan kemampuan menulis puisi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa, untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa mengenai diksi, gaya bahasa, dan menulis puisi sehingga dapat berfungsi sebagai sarana untuk pemacu dalam memperbaiki diri.
b. Bagi Guru, untuk memperluas dan memperdalam pemahamannya sehingga dia dapat memberikan metode pengajaran menulis puisi yang tepat dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu rujukan.










KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Hakikat Diksi
a. Pengertian Diksi
Diksi biasa juga disebut pilihan kata. Keraf (2000: 23) mendefinisikan pengertian pilihan kata atau diksi ini dalam tiga pengertian, yaitu (1) pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagaasan, bagaimana membentuk pengelompookan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam satu situasi; (2) pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar; (3) pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diksi diartikan pilihan kata yang tepat dan selaras (dulu pengggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan).
Kata merupakan alat penyalur gagasan, hal ini memiliki pengertian bahwa semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. Mereka yang menguasai banyak gagasan atau dengan kata lain mereka yang luas kosa katanya dapat dengan mudah dan lancar mengadakan komunikasi dengan orang lain baik secara lisan maupun tulis.

b. Ketepatan Pilihan Kata
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan penulis atau pembaca (Keraf: 2000: 87). Untuk mencapai ketepatan pilihan kata, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
1). Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi
Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain harus ditetapkan kata mana yang akan dipergunakan untuk mencapai maksud yang diinginkan.
2). Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim
Penulis harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada agar tidak timbul interpretasi yang berlainan.
3). Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya
4). Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri
5). Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang menggunakan akhiran asing tersebut
6). Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis
7). Untuk menjamin ketepastan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus.
Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum
8). Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus
9). Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal
10). Memperhatikan kelangsungan pilihan

c. Kesesuaian Pilihan Kata
Kesesuaian pilihan kata mempersoalkan apakah pilihan kata yang digunakan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang hadir. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kata-kata yang digunakan tidak akan mengganggu suasana, dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara penulis dengan pembicara dengan para hadirin atau para pembaca, antara lain:
1). Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur-unsur substandar dalam suatu situasi yang formal.
Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat (Keraf: 2000: 104).
2). Gunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.
Dalam situsi yang umum lebih baik dipergunakan kata-kata populer.
3). Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum
Jargon merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk suatu sasaran yang umum. Oleh karena itu dihindari sejauh mengkin unsur jargon dalam sebuah tulisan umum (keraf: 2000: 107).
4). Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata asing.
5). Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik (Keraf: 2000: 107).
6). Hindarilah ungkapan-ungkapan unsur (idiom yang mati)
Yang disebut idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yangt membentuknya (Keraf: 2000: 109).
7). Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial
Yang dimaksud bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni (Keraf: 20000:110). Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud.

2. Hakikat Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Keraf (2000: 113) mendefinisikan pengertian gaya bahasa seagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang khas dengan memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Maulana (dalam http://firman94.multiply.com) mendefinisikan gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gaya bahasa diartikan (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri ahasa sekelompok penulis sastra; (4) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis dan lisan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara dalam pengungkapan gagasan pengarang yang digunakan dengan media bahasa agar menimbulkan keindahan yang akan menunjukkan sikap dan kepribadian pengarang.

b. Ragam Gaya Bahasa
Keraf (2000:116) membagi gaya bahasa menjadi empat, yaitu (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata; (2) gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana; (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat; (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
1). Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
Gaya bahasa ini membahas ketepatan dan kesesuaian dalam situasi-situasi tertentu. Kata yang paling tepat untuk posisi dalam kalimat dan tepat tidaknya pemakaian kata tersebut dari lapisan pemakai bahasa dalam masyarakat. Gaya bahasa ini meliputi gaya bahasa resmi, tidak resmi dan percakapan.
2). Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana
Gaya bahsa ini didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Gaya bahasa ini meliputi gaya sederhana, mulia dan bertenaga, serta menengah.
3). Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
Struktur kalimat bersifat periodik, kendur, dan berimbang. Periodik apabila bagian yang terpenting mendapatkan penekanan di akhir kalimat. Kendur apabila penekanan dilakukan di awal kalimat. Berimbang apabila dua bagian kalimat atau lebih memiliki kedudukan sederajat. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dibagi atas klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.
4). Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Gaya bahasa ini sering disebut “trope” yang berarti penyimpangan. Gaya berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna yaitu acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotasi atau sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa ini dibagi menjadi dua yaitu gaya retoris dan gaya kiasan.

3. Hakikat Menulis Puisi
a. Hakikat Menulis
Menulis merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa selain menyimak, berbicara, dan membaca yang perlu dikuasai oleh siswa. Menulis merupakan kemampuan berbahasa yang berfungsi untuk menyampaikan infiormasi secara tertulis. Dalam menulis dituntut lebih banyak persyaratan dan dianggap lebih sulit daripada kemampuan berbahasa yang lain, misalnya kemampuan berbicara.
Ada berbagai macam pengertian menulis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menulis adalah (1) membuat huruf dengan pena (pensil, kapur); (2) melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang atau membuat surat) dengan tulisan; (3) menggambar; (4) melukis; (5) membatik. Menulis merupakan kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan, menyampaikannya melalui bahasa tulis.
Semi (1990:8) menyatakan menulis atau mengarang merupakan pemindahan pikiran atau perasaan dalam bentuk lambang-lambang bahasa. Lambang-lambang bahasa ini berbentuk tulisan yang berisi pesan atau gagasan penulis agar bisa dipahami pembaca.
Tarigan (1993: 21) menyatakan menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa menulis merupakan kegiatan mengungkapkan ide, gagasan, pikiran atau perasaan menggunakan bahasa tulis.
Azzaini (dalam http://jamil.niriah.com/) mengemukakan tujuh manfaat menulis, yaitu:
1. Mengurangi stres
Menurut James W Pennebaker, Ph.D., Professor of Psychology dari University of Texas dan penulis buku “Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotions“, kondisi mental orang-orang yang terbiasa mengekspresikan emosi atau unek-unek dengan menulis, lebih stabil dibandingkan orang-orang yang tidak biasa menulis.
2. Membantu menemukan jalan hidup
Harvard Business School pernah melakukan penelitian tentang hubungan antara memiliki cita-cita & menuangkannya dalam bentuk tulisan, dengan pencapaian cita-cita tersebut. Hasilnya, sebagian besar responden (84%), ternyata tidak punya cita-cita. 13% punya cita-cita tapi tidak menuliskannya. Dan hanya segelintir orang, yaitu 3%, yang punya cita-cita dan menuliskannya.
3. Menjaga semangat dan komitmen
Setiap tulisan yang kita buat akan mengingatkan kita pada komitmen-komitmen yang telah kita buat, dan itu adalah obat yang sangat baik untuk membangkitkan semangat yang kerap kali pudar di tengah jalan.
4. Mencari dan memperkaya inspirasi
Menulis tentang sesuatu akan mendorong kita untuk mencari hal-hal yang akan memperkuat materi penulisan, googling/searching akan segera menjadi kata yang akrab bagi orang yang hobi menulis, atau minta pendapat dari orang lain yang lebih ahli.
5. Mendatangkan passive income
Tulisan yang baik sangat bisa dijadikan buku, dan diterbitkan, dan dijual. Sebut sajalah berjudul-judul buku yang diambil dari buku harian atau kumpulan posting di blog, atau dari kumpulan kertas tissue yang digunakan JK Rowling waktu menulis naskah cerita di cafe-cafe. Tak heran kalau Andrea Hirata mendapat royalti lewat Rp1M dari Laskar Pelanginya.
6. Meningkatkan kreativitas
Menulis yang rutin dan sinambung, lama-kelamaan akan mendorong kita untuk terus menggali lebih dalam bagaimana cara menulis yang baik, penyampaian yang sistematis, dan gaya penulisan yang menarik.
7. Menyimpan memori
Rasanya ini adalah salah satu “tujuan utama” sebagian orang menulis, baik itu buku harian ataupun blog harian. Terlalu banyak kisah hidup dan aktivitas keseharian yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja, tanpa dibungkus dalam album yang setiap saat bisa dibuka-buka kembali.

b. Pengertian Puisi
Puisi adalah bentuk kesusastraan yang paling tua. Pengertian puisi sampai saat ini masih sulit untuk didefinisikan. Kata ”puisi” berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti ”penciptaan”. Dalam bahasa Inggris padanan kata ”puisi” adalah poetry yang erat hubungannya dengan kata poet dan poem. Coulter dalam Tarigan (1984:4) menjelaskan kata poet berasal dari kata Yunani yang berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa.
Menurut Soedarmo dalam Pradopo (1997) puisi adalah karangan yang terikat oleh banyak baris dalam tiap bait, banyak kata dalam tiap baris, banyak suku kata dalam tiap baris, rima, dan irama. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Menurut Abercrombie dalam Tarigan (1984:7) puisi adalah ekspresi dari pengalaman imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa yang mempergunakan setiap rencana yang matang dan bermanfaat (poetry is the ekspression of imaginative experience valued simply as such and significant as such, in the cominicable state given by language which employs every avaiable and appropriate device).
Pendapat lain tentang puisi dikemukakan oleh Johnson dalam Waluyo (1987:23), menurutnya puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal pada emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian.
Dengan demikian, puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair yang diwujudkan dalam susunan kata-kata yang memiliki makna dan amanat yang ingin disampaikan kepada para pembacanya.
c. Unsur-unsur Puisi
Waluyo dalam bukunya yang berjudul Teori Dan Apresiasi Puisi (1987:4) menyatakan pada pokoknya puisi dibangun oleh dua unsur pokok, yakni struktur fisik dan struktur batin atau struktur makna. Struktur fisik puisi disebut juga metode puisi, yakni unsur estetik yang membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur tersebut yaitu diksi, pengimajinasian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versivikasi, dan tata wajah puisi. Unsur-unsur ini dapat ditelaah satu per satu, tetapi unsur-unsur ini merupakan satu kesatuan yang utuh. Sedangkan struktur batin atau struktur makna mengungkapkan apa yang hendak dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya.
Richard dalam Tarigan (1993:9) menyatakan bahwa suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi itu), perasaan (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau objeknya), nada (yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya), dan amanat (yaitu maksud atau tujuan sang penyair).
Hartoko dalam Waluyo (1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, sedangkan unsur sintaksis menunjuk pada strukur fisik puisi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa puisi terdiri dari unsur-unsur pembentuknya. Unsur-unsur tesebut meliputi tema, nada, rasa, amanat, diksi, imaji, bahasa figuratif, kata konkret, ritme dan rima. Unsur-unsur tersebut saling terikat dan merupakan satu kesatuan yang utuh.



B. Kerangka Berpikir
Salah satu kemampuan berbahasa yang penting untuk dikuasai siswa adalah kemampuan menulis. Dengan menulis, bebagai gagasan dan pengalaman siswa dapat dikomunikasikan ke semua pihak. Gagasan yang akan dikomunikasikan dalam bentuk puisi memerlukan banyak aspek kebahasaan, antara lain diksi dan gaya bahasa.
Dalam kegiatan menulis, diksi memiliki peranan penting. Baik tidaknya suatu tulisan saat dipengaruhi oleh diksi yang digunakan penulisnya. Siswa yang memiliki penguasaan diksi yang tinggi akan dapat membuat tulisan dengan baik dibandingkan siswa yang memiliki penguasaan diksinya rendah.
Berdasarkan gambaran di atas dapat dikatakan bahwa penguasaan diksi diduga memiliki hubungan yang positif dengan keterampilan menulis puisi.
Penguasaan gaya bahasa dalam kegiatan menulis puisi juga merupakan faktor yang penting karena dengan menguasai gaya bahasa dengan baik siswa akan dapat mengungkapkan ide atau gagasannya kepada orang lain dalam bentuk puisi secara baik pula.
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa penguasaan gaya bahasa diduga juga memiliki hubungan yang positif dengan keterampilan menulis puisi. Penguasaan diksi dan gaya bahasa tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan menulis puisi karena keduanya saling melengkapi.
Berdasarkan uraian di atas dapat dapat disimpulkan bahwa penguasaan diksi dan gaya bahasa berpengaruh terhadap keterampilan menulis puisi siswa. Hubungan itu dapat digambarkan seperti bagan berikut:









C. Hipotesis
Berdasrkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara penguasaan diksi dan kemampuan menulis puisi.
2. Terdapat hubungan positif antara penguasaan gaya bahasa dan kemampuan menulis puisi.
3. Terdapat hubungan positif secara bersama-sama antara penguasaan diksi dan gaya bahasa dengan kemampuan menulis puisi.























METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Klego tahun ajaran 2009/2010. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai bulan Agustus 2009. Adapun rincian waktu dan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian
No Rincian waktu Juni Juli Agustus
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul dan pengajuan proposal x x
2 Konsultasi proposal x
3 Perizinan x
4 Pengambilan data x x x x
5 Pengolahan dan analisis data x x x x
6 Pembuatan laporan x x

B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan jenis penelitiannya adalah deskriptif korelasional yang berupaya untuk mengemukakan ada tidaknya hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa sebagai variabel bebas dengan kemampuan menulis puisi sebagai variabel terikat pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Klego.


C. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah sisiwa kelas VII SMP Negeri 1 Klego yang terdiri dari lima kelas.
2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIIA sebanyak 40 siswa. Teknik yang digunakan dalam mengambil sampel adalam menggunakan teknik simple random sampling yaitu penarikan sampel secara acak.

D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh data adalah tes.
a. Tes objektif
Tes objektif ini digunakan untuk mendapatkan data tentang penguasaan diksi dan gaya bahasa pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Klego.
b. Tes esai
Tes esai digunakan untuk mendapatkan data tentang keterampilan menulis puisi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Klego .

E. Validitas Instrumen
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini untuk mengukur validitas instrumen tes penguasaan diksi, gaya bahasa dan kemampuan menulis puisi siswa digunakan validitas internal, yakni mengukur keabsahan atau kevalidan dari butir-butir pertanyaan yang disediakan dalam butir pertanyaan yang secara statistik digunakan rumus korelasi Point Biserial dengan rumus:

Keterangan:
Xi: rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir ke-i
Xt: rata-rata skor total semua responden
St: standar deviasi skor total
pi: proporsi jawaban benar untuk butir ke-i
qi: proporsi jawaban salah untuk butir ke-i
rpbi: koefisien korelasi point biserial

F. Reabilitas Instrumen
Suatu instrumen dikatakan reliabel atau memiliki taraf keajegkan tinggi jika instrumen tersebut dikerjakan oleh siswa yang sama dalam waktu yang berbeda hasilnya relatif tetap. Dalam peneletian ini untuk mengukur reliabilitas tes penguasaan diksi, gaya bahasa dan kemampuan menulis puisi siswa digunakan rumus Kuder Richardson-20 (KR-20). Rumus ytang dimaksud adalah sebagai berikut:

Keterangan:
r: koefisien reabilitas internal seluruh item
n: jumlah butir tes yang valid
p: proporsi jawaban yang benar
q: proporsi jawabab yang salah
St: standar deviasi skor total
St2: varians skor total

G. Hipotesis Statistik
Sebelum analisis data dilakukan perlu dirumuskan hipotesis statistik penelitian ini sebagai berikut:
1. Hipotesis Pertama
a. H𝟶: 𝜌y.1 = 𝟶
b. H1 : 𝜌y.1 > 0
2. Hipotesis Kedua
a. H0 : 𝜌y.2 = 0
b. H1 : : 𝜌y.2 > 0

3. Hipotesis Ketiga
a. H0 : 𝜌y.12 = 0
b. H1: : 𝜌y.1

H. Teknik Analisis Data
1. Menguji garis regresi
Untuk menguji persamaan garis regresi sederhana dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Persamaan y terhadap x1
Y = a + bx1
Persamaan y terhadap x2
Y = a + bx2
Sedangkan untuk menguji persamaan garis regresi ganda, adalah sebagai berikut:
Y = a + bx1 + cx2
2. Menghitung koefisien korelasi
Untuk menghitung koefisien korelasi sederhana ( Y terhadap x1 ataupun Y terhadap x2) menggunakan rumus korelasi produk moment yang rumusnya:
rxy =
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara variable x dan y
x = Skor masing-masing
y = Skor total
N = Jumlah individu dalam sampel
Untuk menguji koefisien korelasi ganda ( Y atas x1 dan x2) menggunakan rumus sebagai berikut:



Sebelum menguji hipotesis lebih dulu dilakukan uji persyaratan analisis yang terdiri dari uji normalitas dengan menggunakan rumus Lilifors, uji linieritas, dan keberartian data dengan menggunakan teknik statistik anaya (anaya varians).

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, dkk. 1990. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Airlangga

Atar Semi. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya
Firman Maulana. 2009. Gaya Bahasa (Majas). http://firman94.multiply.com. Diakses tangggal 22 Juni 2009 Jam 09:30
Herman J. Waluyo. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press
Jamil Azzaini. 2009. 7 Kedahsyatan Menulis Dalam http://jamil.niriah.com/ (Diakses Tanggal 10 Mei 2009)
Keraf, Goris. 2000. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Thesis. Bandung: Alfabeta
Rachmat Djoko Pradopo. 1997. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
Yuli Purwanti. 2006. Skripsi. Penggunaan Gaya Bahasa dalam Novel “Setitik Kaut Selakksa Cinta” Dan “ Setangkai Puisi Cinta” Karya Izzatul Jannah.

MOUSE OVER PADA POWER POINT

MOUSE OVER PADA POWER POINT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima
Mata Kuliah Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis TI







Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020





PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
MOUSE OVER PADA POWER POINT

Mouse over pada powerpoint bisa kita gunakan di dalam presentasi. Kapan penggunaan mouse over ini? mouse over bisa digunakan ketika mouse mengarah pada suatu objek kemudian ada perubahan, misalnya perubahan warna atau apa saja yang kita inginkan. Dalam paper ini saya memberikan contoh perubahan warna. Langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu:
1. Pada slide pertama, buat 2 tombol menggunakan autoshape.


2. Duplicate slide tersebut (ctrl+D), ganti warna pada tombol 1 dan 2 sesuai keinginan, misalnya merah dan kuning.


3. Duplicate slide kedua (ctrl+D). Ganti warna tombol pada slide kedua sesuai keinginan, misalnya hijau dan ungu.

4. Gabungkan ketiga slide tersebut. Pada slide 1, klik kanan tombol 1, kemudian klik insert > action. Klik tab Mouse Over, pilih hyperlink to slide > pilih slide 2. Klik kanan tombol 2, kemudian klik action setting. Klik tab Mouse Over. Pilih hyperlink to slide > slide 3.Klik tab Mouse Over. Pilih hyperlink to : slide > pilih slide 3.







5. Pada slide 2, klik kanan regtangle, kemudian klik insert > action. Klik tab Mouse Over. Pilih hyperlink to : slide > pilih slide 1.
6. Pada slide 3, klik kanan regtangle, kemudian klik insert > action. Klik tab Mouse Over. Pilih hyperlink to : slide > pilih slide 1.
7. Tekan F5 untuk melihat hasilnya, kemudian arahkan mouse ke tombol-tombol tersebut. Ketika tombol disentuh maka akan berubah warna.